direktur utama Telegram yang mana Ditangkap Dikabarkan Punya Harta Rp238 Triliunan

Photo of author

By Atikah Zahirah

ledifha.com – PARIS – ketua eksekutif sekaligus pendiri Telegram, Pavel Durov, ditangkap oleh polisi Prancis ketika mendarat di dalam Bandara Bourget, pada Hari Sabtu (24/8/2024). Kabar yang dimaksud disampaikan oleh media selama Prancis, TF1 TV dan juga BFM TV tanpa menyebutkan sumbernya.


TF1 kemudian BFM menyatakan bahwa penyelidikan difokuskan pada kurangnya moderator pada Telegram. Polisi menganggap bahwa situasi ini memungkinkan aktivitas kriminal terus berlanjut dalam program berbagi instruksi tersebut.

Dilaporkan oleh TF1 pada laman resminya, Durov sedang bepergian dengan jet pribadinya. Disebutkan juga bahwa ia sudah pernah menjadi sasaran surat perintah penangkapan pada Prancis.

Pria berusia 39 tahun itu diketahui berada dalam melakukan perjalanan dari Azerbaijan lalu ditangkap sekitar pukul 8 di malam hari waktu setempat. Durov diperkirakan akan hadir pada pengadilan pada hari Akhir Pekan (25/8/2024).

Durov, yang tersebut diperkirakan oleh Forbes mempunyai kekayaan sebesar 15,5 miliar dolar Negeri Paman Sam (Rp238,7 triliun), meninggalkan Rusia pada tahun 2014 pasca ia menolak untuk mematuhi tuntutan untuk melakukan penutupan komunitas oposisi pada platform digital media sosial VK miliknya, yang mana ia jual.

Lantas, siapa Pavel Durov hingga membuatnya menjadi buronan di dalam seluruh dunia?

Melansir berbagai sumber, Durov merupakan pendiri Telegram yang tersebut sangat berpengaruh di area Rusia, Ukraina, kemudian negara-negara bekas Uni Soviet, dengan menduduki peringkat sebagai salah satu sistem media sosial utama setelahnya Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, serta Wechat.

Pada 2014 lalu, Durov memilih untuk meninggalkan Rusia juga menjadi warga negara Prancis pada Agustus 2021. Pada 2017, ia memindahkan basis Telegram ke Dubai, serta menurut media Prancis ia juga telah lama menerima kewarganegaraan Uni Emirat Arab.

Selain itu, Durov juga tercatat sebagai warga negara St. Kitts lalu Nevis, negara dua pulau di area Karibia. Hal ini pasca Rusia memblokir Telegram pada 2018, setelahnya perangkat lunak yang disebutkan menolak mematuhi perintah pengadilan untuk memberikan layanan keamanan negara akses ke instruksi terenkripsi penggunanya.

Tindakan yang disebutkan tidaklah sejumlah berpengaruh pada ketersediaan Telegram di dalam sana, namun memicu membantah massal di tempat Wilayah Moskow lalu kritik dari LSM.

Namun, meningkatnya popularitas Telegram telah dilakukan menggerakkan pengawasan ketat dari beberapa negara pada Eropa, termasuk Prancis, mengenai hambatan keamanan serta pelanggaran data.

Pada Mei, regulator teknologi Uni Eropa mengungkapkan bahwa dia sudah menghubungi Telegram. Saat itu, wadah yang dimaksud mendekati kriteria pemanfaatan utama yang mana dapat menyebabkan Telegram tunduk pada persyaratan yang digunakan lebih banyak ketat berdasarkan undang-undang konten online UE yang penting.

“Saya tambahan suka bebas daripada menerima perintah dari siapa pun,” kata Durov terhadap jurnalis Amerika Serikat, Tucker Carlson, pada April lalu, tentang keluarnya ia dari Rusia kemudian mencari rumah untuk perusahaannya yang mana mencakup tugas di dalam Berlin, London, Singapura, dan juga San Francisco.

Leave a Comment