ledifha.com – JAKARTA – Tekanan sanksi Barat menimbulkan Rusia berjuang untuk mempertahankan kekuatan pasarnya sebagai eksportir energi utama, juga menjaga pasokan teknologi yang tersebut diperlukan untuk sektor militer dan juga sipil.
Di di negeri, hal ini berarti meningkatnya kontrol negara terhadap perekonomian Rusia, ditambah dengan toleransi terhadap skema “abu-abu” untuk menghindari sanksi kemudian menyembunyikan keuntungan.
Melansir dari The Moscow Times, secara internasional, hal ini sudah pernah memacu Rusia, seperti Iran dan juga Venezuela sebelumnya, untuk beroperasi pada lingkungan kegiatan ekonomi yang digunakan semakin tak jelas lalu bergantung pada jaringan lawan bicara yang dimaksud semakin kompleks.
Melacak Ekspor Minyak Rusia
Sebelum pertempuran Ukraina, Rusia memasarkan sekitar 60% minyaknya melalui laut ke Eropa. Oleh lantaran itu, nilai bursa campuran Ural, sebagaimana dinilai oleh lembaga-lembaga Barat seperti Argus lalu dikutipkan oleh para pejabat, menjadi patokan yang digunakan kredibel untuk minyak Rusia yang dimaksud dijual pada seluruh dunia.
Namun, segalanya berubah setelahnya adanya pembatasan dari Barat, ketika minyak Rusia yang tersebut diangkut melalui laut dialihkan ke Tiongkok lalu India menggunakan apa yang disebut “armada bayangan”. Kapal yang dimaksud tak menggunakan layanan Barat dan juga oleh sebab itu tidak ada tunduk pada pembatasan seperti batasan nilai tukar USD60.
Pada musim semi 2024, hampir 77% ekspor minyak Rusia diangkut oleh kapal tanker yang dimaksud tidak ada berbendera, dimiliki atau dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan di area G7, UE, Australia, Swiss, juga Norwegia, dan juga tidaklah dilindungi oleh proteksi Barat, menurut data S&P.
Ketika metodologi Argus kehilangan relevansinya akibat dikaitkan dengan perdagangan pada Eropa, para analis menggunakan sumber bursa dan juga statistik bea cukai merek sendiri untuk negara-negara seperti India. Pengguna utama minyak yang mana diangkut melalui laut Rusia, untuk menyimpulkan bahwa tarif riil minyak Rusia lebih lanjut tinggi daripada nilai tukar sebenarnya.
Misalnya, pada awal tahun 2023, analis energi Sergei Vakulenko memperkirakan harga jual bursa ketika Rusia memasarkan minyaknya sekitar USD75, dibandingkan dengan nilai patokan USD47 yang tersebut dikutipkan oleh pejabat Rusia serta Argus.