ledifha.com – JAKARTA – Kebijakan pembatasan unsur bakar minyak (BBM) subsidi berapa kali telah diwacanakan pemerintah, namun hingga saat ini belum juga diterapkan.
Pengamat Sektor Bisnis Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, bantahan Presiden Jokowi sampai dua kali mengindikasikan bahwa masih bimbang memutuskan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
Menurutnya ada pertimbangan yang dimaksud menghasilkan kebijakan pembatasan penyaluran komoditas energi belum diterapkan. Terutama, pertimbangan kenaikan harga kemudian menurunkan daya beli masyarakat.
“Barangkali, Jokowi khawatir bahwa kebijakan pembatasan BBM subsidi akan meninggal pemuaian dan juga menurunkan daya beli masyarakat, sehingga bisa saja menurunkan legasi Jokowi sebelum lengser pada 20 Oktober 2024,” ujar Fahmi, Hari Sabtu (7/9/2024).
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga juga Lion Group Jajaki Perluasan Layanan Avtur
Dia mencatatkan data pembatasan BBM subsidi memang sebenarnya akan meninggikan biaya BBM bagi konsumen yang tersebut bukan berhak, sehingga harus bermigrasi ke BBM non subsidi dengan nilai lebih lanjut mahal.
Kendati begitu, kenaikan nilai tukar yang dimaksud harus dilokalisir sehingga tiada memicu kenaikan harga secara signifikan kemudian tiada menurunkan daya beli publik kelas menengah ke atas. “Tidak ada alasan bagi Jokowi untuk bimbang pada memutuskan kebijakan pembatasan BBM Subsidi,” paparnya.
Baca Juga: Pertamina Tambah 300.000 LPG 3 Kg Soloraya, Stok di area Klaten Aman
Pasalnya, jumlah agregat beban subsidi BBM yang tersebut salah sasaran telah sangat besar atau sekitar Rp90 triliun per tahun, yang mana memberatkan beban APBN. Bila sampai dengan lengser, Presiden Jokowi tidak ada juga memutuskan kebijakan pembatasan BBM subsidi, beban APBN akan diwariskan untuk pemerintahan presiden terpilih, yakni Prabowo Subianto.