ledifha.com – JAKARTA – Kasus Monkeypox (Mpox) alias cacar monyet di area Afrika baru-baru ini ditetapkan WHO sebagai keadaan darurat kemampuan fisik global (PHEIC) dikarenakan jumlah keseluruhan perkara dalam 2024 telah melampaui 2023.
Hal ini lantas menjadi kewaspadaan tersendiri bagi Indonesia. Meski bukan ada peningkatan persoalan hukum yang mana signifikan, namun mewaspadai gejalanya bisa jadi menjadi salah satu pencegahan penularan penyakit cacar monyet.
Salah satu ciri paling khas Mpox adalah adanya limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening. Namun, beberapa gejala penyakit ini kerap sama dengan cacar air hingga campak.
Lantas, apa yang dimaksud membedakan gejala penyakit cacar monyet dengan cacar air biasa atau campak? Berikut ulasannya, mengambil dari keterangan resmi Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta.
Pada penderita cacar air, demam dialami hingga 39 derajat celcius dengan ruam yang muncul di tempat hari pertama hingga kedua infeksi. Ruam yang dimaksud muncul diawali dengan makula, papula, vesikel-pustul, hingga diakhiri dengan pustul kemudian krusta.
Ciri khas cacar air adalah ruam gatal. Cacar air sangat jarang menyebabkan kematian. Sementara kemungkinan kematian dari penyakit Mpox berkisar antara 3-6 persen.
Demam lalu ruam juga dialami oleh penderita campak. Umumnya penderita campak mengalami demam tinggi hingga 40,5 derajat celcius dengan ruam yang muncul pasca hari kedua hingga keempat. Ruam dapat muncul mulai dari kepala serta menyebar hingga ke tangan serta kaki.
Ciri khas dari campak adalah adanya koplik spots atau bercak putih di dalam area mulut. Risiko kematian dari campak tergantung pada kondisi masing-masing penderitanya.
Ruam pada epidermis juga bisa jadi belaka disebabkan oleh infeksi bakteri pada kulit, scabies, sifilis, maupun alergi terhadap obat-obatan.