ledifha.com – JAKARTA – Rancangan regulasi anyar yang dimaksud muncul pada bentuk Rancangan Peraturan Menteri Kesejahteraan (RPMK) ditengarai sangat merugikan bagi bidang hasil tembakau, termasuk peritel, petani, tenaga kerja, lalu lainnya. Belakangan isu ini pun mendapat perhatian tajam dari berbagai stakeholder. Aturan yang digunakan diinisiasi Menteri Aspek Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ini merupakan turunan dari Peraturan pemerintahan (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPPRI), Willem Petrus Riwu, mengatakan aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang mana sedang digodok pemerintah pada RPMK dan juga kebijakan restriktif zonasi larangan pemasaran serta iklan luar ruang produk-produk tembakau pada PP 28/2024 akan merugikan petani tembakau, buruh, lalu sektor kretek secara keseluruhan yang digunakan merupakan bidang yang dimaksud legal.
Baca Juga: Jelang Hultah ke-89 NWDI, Hal ini Pesan Cagub NTB Sitti Rohmi Djalilah
Pria yang mana akrab disapa Wempy ini menilai, RPMK serta PP 28/2024 tiada hanya sekali mempengaruhi sektor tembakau, tetapi juga berdampak besar pada mata rantai produksi dan juga distribusi yang digunakan mayoritas merupakan UMKM. Menurutnya, regulasi ini, yang digunakan termasuk ketentuan mengenai material tambahan kemudian batasan tar dan juga nikotin, berpotensi merugikan berbagai pihak pada bidang tembakau, teristimewa rokok kretek yang digunakan merupakan salah satu produk-produk unggulan juga warisan budaya Indonesia.
“ini jelas mau mematikan kretek. Ada hitungan kerugian, tapi pihak perumus PP ini tidak ada berdasarkan data yang mana andal serta ilmiah. Hanya titipan pasal saja,” ujar dia, diambil Hari Sabtu (14/9/2024).
Dampak regulasi dipandang Wempy akan berpengaruh ke hal-hal lain. Misalnya saja, salah satu ketentuan yang digunakan mengatur standarisasi kemasan kemudian mensyaratkan kemasan rokok polos tanpa merek. Menurut Wempy, kebijakan ini dapat memicu pemalsuan produk-produk kemudian menguatkan lingkungan ekonomi rokok ilegal.
Belum lagi, regulasi ini juga akan segera mengatur kadar tar lalu nikotin yang dapat menyebabkan dampak negatif pada mata pencaharian petani tembakau serta cengkeh.
“Keterbatasan di kadar tar dan juga nikotin dapat mempengaruhi hasil panen kemudian pendapatan petani, yang mana dapat berujung pada kemiskinan baru di tempat kalangan mereka,” tutur dia.
Sementara, regulasi yang disebutkan berpotensi akan menekan konsumsi rokok legal. Menurut dia, RPMK yang digunakan menggalakkan kemasan rokok polos tanpa merek juga PP 28/2024 justru berpotensi memperburuk situasi dengan memicu pertumbuhan rokok ilegal. Pasalnya, pada waktu ini pangsa rokok ilegal yang tersebut diperkirakan mencapai 20-35 miliar batang, sudah ada sangat sulit untuk diatasi. Jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan, nantinya akan memacu rokok ilegal makin marak.
“Fenomena downtrading (peralihan konsumsi ke rokok murah) pada 2024 bukan terlalu berbahaya pada waktu ini, justru rokok ilegal yang tersebut pada waktu ini mencapai 20-35 miliar tak terkendali,” papar dia.