ledifha.com – JAKARTA – Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) menyatakan siap turun ke jalan guna menyampaikan aksi penolakan merek terhadap aturan turunan dari Peraturan pemerintahan (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Beragam rentetan kebijakan mulai dari PP hingga Rancangan Peraturan Menteri Aspek Kesehatan (RPMK) dinilai gagal mengakomodir aspirasi stakeholder, oleh sebab itu perumusannya yang digunakan minim dialog.
Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI, Sudarto menegaskan ketidakpuasannya akibat sangat minimnya keterlibatan pemangku kepentingan di pembuatan regulasi tersebut. Ke depan, RTMM berencana untuk menyelenggarakan forum diskusi dengan pihak bidang serta mempertimbangkan opsi litigasi, jikalau dialog tiada berhasil. “Kami ingin mengambil jalan diplomasi dulu, tetapi jikalau gagal, kami siap untuk bertindak tambahan tegas,” ujar beliau pada pernyataannya, Kamis (12/9/2024).
Baca Juga: Asosiasi Lintas Industri Tolak Aturan Soal Rokok di tempat PP Aspek Kesehatan
Sudarto menyampaikan bahwa para pekerja bukan segan untuk turun ke jalan. “Kami sebenarnya menghindari aksi pada jalan lantaran kami lebih tinggi suka berdialog. Tapi kalau dialog gagal, apa boleh buat,” kata ia pada diskusi media yang digunakan diselenggarakan baru-baru ini.
Langkah turun ke jalan menyuarakan aspirasi menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah lama berkirim surat untuk pemangku kebijakan seperti presiden, DPR, lalu sebagainya untuk menyampaikan aspirasi penolakan berhadapan dengan poin-poin kebijakan pada PP Aspek Kesehatan maupun RPMK yang tersebut memberatkan pelaku lapangan usaha tembakau.
Sudarto menekankan bahwa Kemenkes bukan melibatkan serikat pekerja pada pembuatan peraturan tersebut. Bahkan, pihaknya pernah memaksa hadir di rencana public hearing yang mana dilakukan oleh Kemenkes beberapa hari lalu. Hal ini disebut menjadi bentuk upaya serikat pekerja untuk memperjuangkan keterlibatannya. Dalam kegiatan tersebut, Sudarto mendapati peraturan yang digunakan dibuat bahkan lebih lanjut ketat lalu tidak ada menginduk pada peraturan sebelumnya.
Ia menyoroti peraturan mengenai kemasan polos tanpa merek yang mana diatur pada Rancangan Permenkes. Sudarto menilai bahwa kebijakan ini akan berdampak besar pada sektor rokok lalu pekerja yang bergantung pada sektor ini. “Kami merasa hak kami tidak ada terlindungi dengan baik serta terus-menerus mengajukan protes,” tegas Sudarto.
“Dalam hal ini RTMM, langkah-langkah berikutnya adalah kami akan tegas, tapi kami perlu harmonisasi dengan mitra industri. Kami juga punya LBH sendiri. Kalau memang sebenarnya sukanya harus ada gerak di area jalan, ya sudah,” sebut dia.
RPMK yang dimaksud menciptakan permasalahan baru. Sebelumnya, PP 28/2024 juga belum rampung menuai polemik. Dalam PP, Sudarto menyayangkan aturan pelarangan zonasi perdagangan hasil meter dengan jarak 200 meter dari pusat sekolah dan juga tempat bermain. Ketentuan ini akan merugikan pemasaran hasil rokok serta menghambat peningkatan industri. Sudarto memandang, aturan yang dimaksud akan menekan kelangsungan lalu peningkatan sektor hasil tembakau ke depannya.
Menurut Sudarto, beragam isu yang tersebut kemudian dihadirkan pada serial aturan yang dimaksud seolah menunjukan bahwa pemerintah lalai di memandang dampak ekonomi, baik terhadap pekerja maupun industri. Imbasnya, akan sejumlah buruh yang dikorbankan apabila kebijakan ini diimplementasikan nantinya.