Penyertaan Modal kemudian Regulasi Menjadi Jangkar Berlabuh Proyek Energi Terbarukan di dalam Indonesia

Photo of author

By Halwa Futuhan

ledifha.com – JAKARTA – Melalui Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024, pemerintah, lembaga keuangan kemudian pelaku perniagaan bertemu untuk mencari solusi pada mempercepat transisi energi di tempat Indonesia. Pengembangan Usaha kemudian regulasi menjadi pokok bahasan pada hari ketiga ISEW 2024, sebagai tantangan yang dimaksud perlu dijembatani antara pemerintah, Lembaga keuangan juga pelaku bisnis pada mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan.

Meskipun miliki peluang energi terbarukan lebih tinggi dari 3.686 GW (ESDM), proyek energi terbarukan dalam Indonesia terhambat oleh beberapa tantangan. Berdasarkan hasil diskusi ISEW 2024 hari ketiga terdapat lima tantangan utama. Pertama, kurangnya akses terhadap modal lalu terbatasnya opsi pembiayaan. Kedua, kurangnya insentif finansial. Ketiga, ketidakpastian kebijakan. Keempat, kurangnya peta jalan penanaman modal berkelanjutan. Kelima, risiko dan juga probabilitas proyek.

Project Lead CASE for Southeast Asia – GIZ Energy Programme Indonesia/ASEAN, Deni Gumilang mengungkapkan bahwa lembaga keuangan masih perlu diyakinkan untuk berinvestasi bagi proyek-proyek energi terbarukan di tempat Indonesia lantaran dianggap sebagai penanaman modal dengan risiko tinggi dengan jangka pengembalian yang dimaksud cukup lama.

“untuk membuka peluang-peluang penanaman modal pada proyek energi terbarukan, Indonesia perlu menerapkan instrumen-instrumen de-risking teristimewa pada pengurangan risiko kebijakan yang dimaksud sejalan dengan pengurangan risiko keuangan pada meningkatkan peran pihak swasta. Pengembangan Usaha sektor swasta sangat penting untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris teristimewa pada sektor energi, dengan 80-85% dari pembiayaan yang dimaksud dibutuhkan diharapkan berasal dari pihak swasta tersebut. Sementara, pemerintah memainkan peran yang mana sangat penting di menciptakan kerangka kebijakan yang tersebut mengempiskan risiko pembangunan ekonomi tersebut. “ kata Deni.

Berdasarkan laporan De-Risking Facilities for The Development of Indonesia’s Renewable Power Sector (CASE, 2022), terdapat sembilan instrumen yang mana dapat diadakan untuk menurunkan resiko dari penanaman modal pada proyek-proyek energi terbarukan: jaminan proyek kemudian finansial, pinjaman berbasis kinerja, sekuritisasi aset, obligasi hijau, modal awal, hibah yang tersebut bisa saja dikonversi, agregasi asset, pembiayaan mezzanine juga kredit lunak. Instrumen-instrumen ini diharapkan dapat menarik pembiayaan dari berbagai pemodal bagi pengembang energi terbarukan di area Indonesia.

Meningkatnya pembiayaan berkelanjutan bagi proyek energi terbarukan di dalam Indonesia akan mengubah suplai serta permintaan energi terbarukan, seiring menurunnya dependensi akan energi fosil untuk mencapai target penurunan emisi sesuai dengan peta jalan net zero emission (NZE) 2060 atau lebih lanjut cepat. Meskipun secara nasional bauran energi terbarukan baru mencapai 13,1% pada tahun 2023, pelaku bidang usaha perlu terus mengupayakan dengan bertransisi energi secara mandiri.

Kepala KADIN Energy Transition Task Force (KADIN ETTF), Antony Utomo menyatakan bahwa kesempatan penanaman modal untuk pengembangan energi terbarukan sangat besar, namun tantangan-tantangan dari sisi regulasi, harga, persaingan dengan energi fosil yang mana disubsidi masih menghambat prospek tersebut.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami miliki tiga inisiatif bagi pemilik bisnis di menggalang sektor swasta untuk bertransisi energi: pengembangan sektor hijau, peningkatan kapasitas manufaktur energi terbarukan kemudian mengembangkan sistem distribusi energi yang dapat diimplementasikan di tempat wilayah yang tersebut miliki keterbatasan akses listrik,“ jelas Antony.

Selain pendanaan, dukungan secara teknis juga pengembangan kapasitas juga menjadi salah satu kunci keberhasilan transisi energi di area Indonesia. Manajer Proyek CASE for Southeast Asia, Institute for Essential Services Reform (IESR), Agus Tampubolon menjelaskan bahwa beberapa teknologi energi terbarukan masih menjadi suatu hal yang baru bagi Indonesia. Pengembangunan kapasitas bagi pekerja sangat diperlukan untuk beradaptasi dengan teknologi baru yang digunakan akan digunakan pada sektor energi, bahkan industri.

“Teknologi energi terbarukan akan terus tumbuh untuk mengupayakan transisi energi di tempat Indonesia. Support finansial dan juga regulasi sangat penting agar teknologi energi terbarukan ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan warga dengan tarif yang tersebut terjangkau. Selain itu, kedepannya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga perlu diperhatikan untuk menjamin warga dapat masuk pada sektor kerja hijau yang tersebut akan terbuka dari transisi energi,,” kata Agus

Leave a Comment