Peritel Cemas Rokok Ilegal Makin Menjamur Buntut Standardisasi Kemasan

Photo of author

By Erina Syifa

ledifha.com – JAKARTA – Pelaku perniagaan ritel khawatir dengan adanya polemik kebijakan terkait standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek melalui Rancangan Peraturan Menteri Aspek Kesehatan (RPMK). Aturan ini dinilai akan semakin membebani perdagangan barang tembakau yang dimaksud selama ini sudah pernah menjadi salah satu partisipasi pendapatan utama bagi peritel.

Ketua Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan juga Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengungkapkan item kebijakan Kemenkes belakangan ini lahir dari minimnya partisipasi masyarakat yang mana bermakna, sehingga banyak memunculkan pertentangan dan juga penolakan dari berbagai pihak terdampak dari berbagai sektor.

“Peraturan ini mendapat banyak penolakan, pada dasarnya dikarenakan banyaknya keberatan dari berbagai pihak yang tersebut memang benar dirugikan berhadapan dengan aturan tersebut. Kalau tidaklah dirugikan, tidaklah mungkin saja ada pertentangan. Hal ini yang perlu digarisbawahi pembuat kebijakan,” ungkapnya, belum lama ini.

Baca Juga: Menelisik di dalam Balik Bahaya Rokok Ilegal

Terkait kemasan rokok polos tanpa merek, Tutum menilai aturan ini akan mengakibatkan kerancuan pada waktu pembelian item tembakau dan juga akan menyebabkan berbagai faktor lain yang tersebut semakin merugikan penduduk maupun pemerintah ke depannya. Salah satu faktor yang paling dikhawatirkan adalah berjamurnya rokok ilegal.

Di samping itu, usulan aturan kemasan rokok polos tanpa merek juga bertentangan dengan pengamanan konsumen dikarenakan melanggar hak konsumen utk mengetahui informasi yang dimaksud tepat terkait produk, juga kebebasan untuk memilih.

Padahal, peritel sudah ada konsisten mengurangi akses transaksi jual beli rokok bagi anak-anak sejalan dengan tujuan pemerintah. Terkait dengan pencegahan anak-anak membeli rokok ini, peritel mengakui tiada ada dukungan dari Kemenkes untuk melakukan sosialisasi. Alih-alih, komitmen peritel membatasi akses pelanggan semata-mata bagi pembeli dewasa ini muncul dari kesadaran hingga dukungan inisiatif dari bidang tembakau.

Selain itu, Tutum menyoroti tantangan terbesar yang dimaksud akan dialami pelaku bisnis akibat kebijakan rokok polos tanpa merek, seperti sulitnya membedakan barang yang dijual di area pasaran. “Padahal pembeli butuh untuk mengetahui perbedaan suatu barang dari kualitas yang dimaksud dibutuhkan individu,” imbuhnya.

Tutum memandang kebijakan rokok polos tanpa merek akan semakin menghimpit peritel usai diberlakukannya pelarangan zonasi pemasaran rokok di radius 200 meter dari pusat institusi belajar lalu tempat bermain anak pada PP Nomor 28 Tahun 2024. Di mana, proses implementasi beleid ini diyakini akan menemui banyak masalah.

“Aturannya sendiri bagi kami rancu oleh sebab itu belum didefinisikan secara detail. Tempat yang dapat dijadikan tempat bermain anak pun beragam, dapat hanya pada pusat perbelanjaan, atau apartemen, yang dimaksud sebetulnya juga rancu sebab pemerintah belum memfasilitasi tempat bermain anak dengan baik,” jelas dia.

Baca Juga: Penyelundupan 16 Kontainer Rokok Ilegal Asal Uni Emirat Arab Digagalkan Bea Cukai

Tutum mengaku merasa sulit mengikuti peraturan anyar ini sebab perdagangan produk-produk tembakau yang tersebut selama ini telah terjadi dijalankan sesuai aturan terancam mengalami sejumlah perubahan. Menurutnya, implementasi aturan ini di dalam lapangan tiada memungkinkan. Hingga pada waktu ini, pihaknya sama-sama asosiasi lainnya masih mengikuti proses penyusunan RPMK, kendati Kemenkes masih belum membuka keterlibatan lapangan usaha hasil tembakau secara berimbang.

“Dengan adanya aturan-aturan ini, saya pikir sangat sulit untuk kami sebagai lapangan usaha hilir, sebab sampai pada waktu ini pun masih marak sekali rokok ilegal. Semestinya pemerintah memikirkan keberlangsungan produk-produk tembakau sebagai penyumbang terbesar perkembangan negara kita, bukanlah malah menekan,” tegasnya.

Leave a Comment