Soal Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Perlu Keterbukaan

Photo of author

By Erina Syifa

ledifha.com – JAKARTA – Sejumlah anggota legislatif terlibat ambil pendapat terkait rencana penerapan kemasan rokok polos tanpa merek pada Rancangan Peraturan Menteri Aspek Kesehatan (RPMK) yang dimaksud belakangan disebut mempunyai dampak merugikan bagi penduduk kecil yang tersebut menggantungkan kehidupannya pada sektor bidang hasil tembakau, seperti petani kemudian peritel. Kebijakan restriktif ini ialah aturan turunan dari Peraturan otoritas No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang masih menuai polemik di beberapa waktu terakhir.

Legislator menyoroti tentang perlunya pengamanan sektor tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional, sekaligus ketidakpatuhan Kemenkes pada proses pembuatan peraturan yang dimaksud tidak ada transparan serta minim pelibatan sektor terdampak.

Baca Juga: Gudang Garam ‘Batuk-batuk’ Buntut Kenaikan Cukai, Pendapatan Turun 10,54%

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menggarisbawahi perihal sektor hasil tembakau yang digunakan merupakan salah satu penyokong utama perekonomian, khususnya terkait dengan serapan tambahan dari 6 jt tenaga kerja di area dalamnya dan juga penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Sehingga, pembuatan kebijakan di sektor ini harus mengutamakan kepentingan nasional. Dalam prosesnya, pemerintah bukan mampu sembarangan kemudian harus mengakomodir masukan pihak-pihak terdampak yang menggantungkan mata pencahariannya pada sektor tembakau.

“Tembakau merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang mana mempunyai kontribusi besar terhadap serapan tenaga kerja kemudian penerimaan negara. Industri hasil tembakau ini melibatkan 6 jt jiwa rakyat Indonesia dari hulu ke hilir, dari petani, pekerja, peritel, UMKM. Banyak sekali pihak terdampak. Mengaturnya bukan boleh asal-asalan kemudian Kemenkes harus mengakomodir aspirasi dari pihak-pihak yang tersebut terdampak,” ujar beliau untuk media.

Dalam sidang kabinet paripurna pada Ibu Pusat Kota Negara (IKN) Nusantara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan instruksi agar tidaklah menghasilkan kebijakan ekstrem yang mana dapat memunculkan gejolak masa transisi pemerintahan. Presiden Jokowi juga menekankan untuk menjaga situasi yang kondusif demi menjaga stabilitas pembangunan, di hal ini menjaga daya beli masyarakat, inflasi, pertumbuhan, keamanan, ketertiban.

Baca Juga: Peredaran Rokok Ilegal di tempat Jateng Rugikan Negara Rp121,77 Miliar

Oleh akibat itu, ia berharap tak ada lagi pembuatan kebijakan ekstrem yang berkaitan dengan hajat hidup orang sejumlah kemudian berpotensi merugikan penduduk luas. “Penting untuk memverifikasi tiada ada riak-riak gejolak sampai pemerintahan berikutnya terbentuk,” kata ia pada pengaktifan sidang belum lama ini.

Apalagi, tambah Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, Indonesia mempunyai keunikan dibandingkan negara lain, bukan sanggup disamakan. Di Indonesia, bidang tembakau mengakomodasi tenaga kerja secara signifikan kemudian mempunyai jutaan peritel yang digunakan mayoritas dalam sektor Usaha Mikro, Kecil, lalu Menengah (UMKM). Bagi tukang jualan kecil, hasil tembakau memberi sumbangan pada hasil penjualan sebesar 50-80%. Di sisi lain, kondisi sektor ekonomi domestik dan juga global pada waktu ini tidak ada menentu. Aturan semena-mena seperti RPMK kemasan rokok polos tanpa merek yang digunakan tak mempertimbangkan dampak terhadap penduduk kecil ini dapat menyokong meningkatnya pengangguran lalu mengancam stabilitas perekonomian nasional.

“Perlakuan sembarangan terhadap bidang tembakau dapat mengancam perekonomian nasional. Jika tiada ditangani dengan hati-hati, perekonomian kita berisiko,” jelasnya.

Leave a Comment