ledifha.com – JAKARTA – Aliansi penduduk sipil menuntut pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesejahteraan (RPMK) 2024 dihentikan lantaran terlalu memasung ruang gerak komoditas tembakau, rokok elektronik juga tata niaga pertembakauan di dalam Indonesia.
Petisi ini disampaikan perwakilan warga sipil di acara Halaqoh Nasional untuk memfasilitasi dialog antara rakyat sipil serta pemerintah, yang digunakan diselenggarakan oleh Perhimpunan Penguraian Pesantren kemudian Komunitas (P3M) dalam Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Halaqah dihadiri oleh oleh 50 partisipan dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan pemerintah, asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, asosiasi sektor tembakau, aliansi penduduk sipil, akademisi, tokoh agama, serta media.
Acara Halaqah Nasional dengan tema “Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Barang Tembakau dan juga Rokok Elektronik” menghadirkan beberapa narasumber. Antara lain, dr. Benget Saragih Perwakilan Kemenkes; KH. Miftah Faqih, Ketua PBNU; dr. Syahrizal Syarief, Warek UNUSIA Jakarta; Ali Rido, Pakar Hukum Universitas Trisakti; Sudarto, Ketua FSP-RTMM-SPSI, Kusnasi Muhdi, Perwakilan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia lalu anggota DPR RI Komisi XI, Misbakhun.
Baca Juga: PP 28 Tahun 2024 persoalan Zonasi Iklan Rokok Dinilai Berpotensi Picu PHK Massal
Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, Halaqoh ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan berbagai pihak terhadap dampak RPMK 2024 tentang Pengamanan Sistem Tembakau serta Rokok Elektronik, yang mana mengusulkan ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk diberlakukan. RPMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesejahteraan juga Peraturan eksekutif Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Sarmidi menyoroti, proses penyerapan juga pengayaan pasal-pasal pada RPMK 2024 sangat minim pelibatan rakyat lalu stakeholder yang dimaksud kredibel, sehingga tidaklah partisipatif.
“Beberapa pasal pada RPMK 2024 berpotensi merugikan petani tembakau, UMKM, asosiasi serta sektor rokok. Hal ini menyebabkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari beberapa kelompok,” tutur Sarmidi.
Mewakili pemerintah, Benget Saragih menuturukan, “RPMK 2024 ini tidaklah dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok, tetapi menyasar anak-anak agar tak merokok,” tuturnya.
Dia juga menggarisbawahi terkait partisipasi yang dinilai minus, “Soal kealpaan beberapa Kementerian terkait, sebab menilai kedudukan mereka telah menolak, sehingga Kemenkes jalan terus,” ulasnya.
Merespon pembelaan Benget Saragih, Miftah Faqih selaku Ketua PBNU menegaskan, pada proses perumusan regulasi apapun wajib melibatkan publik secara berimbang lalu berorientasi pada kemaslahatan sama-sama (al-maslahah al-ammah), tidak sepihak. Jika tidak, RPMK 2024 batal dan juga tidaklah adil. Rancangan Peraturan tidaklah sembarangan bisa jadi disahkan tanpa adanya musyawarah dengan stakeholder yang tersebut terkait.