Ruang Cinta Yang Tersisa, Seni serta Kita di tempat JDC

Photo of author

By Balqis Ufairah

Ledifha.com – “Art washes away from the soul the dust of everyday life.” – Pablo Ruiz Picasso

Cinta sebagai anugerah bagi manusia mempunyai banyak paras, tak sekedar berurusan dengan asmara. Sementara seni memberi kekayaan menjadi manusia berhadapan dengan “ledakan-ledakan energi” tak berkesudahan untuk—apa yang dimaksud disebut Picasso, legenda seniman abad ke-20 itu, sebagai kekuatan membasuh daki-daki keseharian hidup. Saat sama, seni menyegarkan kembali, menghadapi alasan mengapa kita mampu bertahan hidup dengan memadu nalar kemudian rasa, yang digunakan kemungkinan besar berjuluk: cinta.

Sebuah festival yang mana menghadirkan topik menyegarkan, mempunyai prespektif majemuk itu di dalam Ibukota Indonesia Design Center (JDC), dihelat peresentasi visualnya oleh sekitar 43 tiga seniman selama dua belas hari.

Ruang Cinta Yang Tersisa, Seni juga Kita di tempat JDC

Seniman-seniman beradu gagasan, menebarkan kemungkinan-kemungkinan makna pun menawarkan ekspresi beragam dari seni lalu gairah kreatif yang tersebut berkesan nge-pop juga dekat dengan dunia digital pun gaya hidup serta desain. Lukisan-lukisan figuratif, ornamental, abstraktif sampai instalasi-instalasi enigmatik tentang realita hidup dalam kota yang digunakan melelahkan namun menakjubkan seperti Ibukota Indonesia ini.

Penulis memilih empat seniman untuk ditilik visual juga ide-idenya, juga menafsirkan ulang, apa lalu bagaimana karya-karya dia dituturkan serta mampukah menggugah juga “membasuh” keresahan-keresahan hidup, seperti disebut Picasso di area awal tulisan? Yang kebetulan, penulis mendampingi seniman-seniman itu pada dua serial acara Bincang-Bincang Seni selama perhelatan festival.

Uniknya mereka berempat, seniman-seniman yang tersebut akan diulas itu, berusia berjauhan; juga tantangan untuk mempertemukannya kemudian dirayakan pada satu topik helatan. Apa sesungguhnya visi estetik dari seniman muda juga harapannya yang digunakan diujung akhir belasan tahun atau awal dua puluhan; serta dia yang mana senior, gigih memulai karir profesional pada usia mendekati atau lebih lanjut dari limapuluhan tahun.

Yang Yunior Tak Henti Berharap
Penulis mengakibatkan percikan-percikan narasi awal untuk Zeta Ranniry Abidin kemudian Bintang Tanatimur, dua seniman muda usia yang digunakan bercermin dengan penulis ke beberapa jumlah tokoh seni dunia lalu lokal untuk memantik semangat perbicangan.

Mereka berdua mewakili yang dimaksud yunior, dengan Zeta yang tersebut sempat mencicipi medali bronze dalam helatan UOB Painting of the Year 2023 juga Bintang yang getol berpameran solo sejak usia belia (menjadi pelukis cilik) serta sempat karyanya berpartisipasi dipamerkan di area turnamen Anugerah Kebudayaan. Keduanya sempat menjadi partisipan seniman di area turnamen ArtJog, event tahunan di dalam Yogjakarta tentang seni kontemporer progresif itu

Balik bercermin pada tokoh dunia, di area usia belia, enam belas tahun, Damien Hirst, seniman konseptual jenial dari Inggeris itu—yang ia juga pelopor Young British Artist (YBS)—meniti karir lewat menggambar anatomi jenazah manusia dengan menjadi petugas magang di dalam kamar mayat di tempat Leeds Medical School London.

Seperti kita tahu, karyanya tentang menyoal eksistensi filosofis makhluk hidup dalam antara yang tersebut tertutup kemudian hidup mengejutkan seni kontemporer global. Dengan mayat ikan hiu yang tersebut diawetkan formalin degan juluk The Physical Impossibility of Death in the Mind of Someone Living (1991), dari tangan dingin art dealer Charles Saatchi terjual fantastis pada 2004.

Ruang Cinta Yang Tersisa, Seni lalu Kita pada JDC

Penulis juga memantik Bincang-Bincang Seni dengan narasi usia belia, tokoh perupa Negeri Matahari Terbit sohor, Takashi Murakami. Yang di dalam awal usia 20-an telah terjadi membuka studio kemudian tinggal di dalam New York, Amerika Serikat menyiapkan pamerannya di dalam MoMA (Museum of Contemporary Art) PS1. Murakami dikenal dengan seni-pop yang dimaksud mengeksplorasi komik lokal Jepang, Manga.

Perupa muda kita, Zeta memilih lukisan figur-figur, yang dimaksud merepresentasikan dirinya sendiri pada bahasa realis, memberi isyarat tentang gestur-tangan-jari juga tubuh hingga bertumpuk lebih lanjut dari dua buah. Sementara buku-buku tersaput layer-layer warna-warna abstraktif bentuk-bentuk lain yang mana ganjil.

Leave a Comment