Pertumbuhan Kondisi Keuangan 8% Masih Berat di area Tahun 2025, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Photo of author

By Erina Syifa

Ledifha.com – JAKARTA – Target perkembangan kegiatan ekonomi 8% dinilai masih punya tantangan berat untuk direalisasikan pada waktu singkat. Paling tiada pada tahun 2025 pertumbuhan perekonomian nasional tidak ada sampai pada target tersebut.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, hal ini ini disebabkan faktor internal kemudian eksternal yang digunakan menghasilkan sentimen kurang baik bagi perekonomian. Faktor eksternal seperti adanya konflik geopolitik hingga konflik dagang turut menjadi sentimen yang mana pengaruhi perekonomian nasional.

Belum lagi kebijakan tarif impor yang akan diputuskan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump yang tersebut dinaikan untuk beberapa negara, teristimewa China. Hal ini dinilai punya efek domino terhadap negara-negara mitra kedua negara yang dimaksud termasuk Indonesia.

Sedangkan faktor internal terdapat tantangan daya beli rakyat dan juga pelemahan nilai tukar rupiah yang digunakan hingga pada waktu ini masih bertengger pada level Rp16.300. David menilai nilai tukar rupiah bisa jadi diperkirakan bisa jadi mencapai dalam level Rp16.800 akibat adanya pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate.

“Mungkin untuk tahun 2025 masih sulit akibat tantangan eksternal. Kuncinya di area penanaman modal dengan segera asing kemudian perbaikan produktivitas/efisiensi kegiatan ekonomi domestik kalau mau dorong sampai 8%,” kata Ekonom Bank BCA terhadap MNC Portal, Akhir Pekan (19/1/2025).

Menurutnya, penanaman modal asing memegang peranan penting untuk menggalakkan pertumbuhan kegiatan ekonomi nasional. Sehingga tak melulu mengandalkan konsumsi domestik sebagai tumpuan pada mengakumulasi peningkatan dunia usaha nasional.

Namun demikian, dikatakan David pemerintah masih perlu memperbaiki iklim pembangunan ekonomi yang tersebut kondusif khususnya pada sektor riil. Sehingga pemangkasan suku bunga bisa saja efektif untuk menggerakkan peningkatan penanaman modal pada di negeri.

“Dampak kebijakan moneter perlu waktu tambahan lama ke sektor riil, biasanya lebih tinggi dari 1 semester. Harapannya akan tambahan mengupayakan gairah dunia usaha kedepan. pemerintahan bisa jadi terus dorong memberikan iklim penanaman modal yang kondusif dalam sektor riil teristimewa FDI (investasi asing,” tambahnya.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, pelemahan daya beli rakyat dapat tergambar dari penurunan jumlah keseluruhan kelas menengah beberapa waktu belakangan.

Leave a Comment