Ledifha.com – JAKARTA – eksekutif mulai 1 Februari 2025 resmi melarang pelanggan LPG bersubsidi kemasan 3 kg secara eceran pada warung-warung. Namun, selama masa transisi hingga Maret 2025, pengecer diberi kesempatan untuk “menaikkan” statusnya menjadi pangkalan LPG resmi.
Menyikapi kebijakan tersebut, pengamat energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai langkah pemerintah yang disebutkan masih abu-abu. Pasalnya, Jika pengangkatan pengecer menjadi pangkalan LPG subsidi dimaksudkan agar penyaluran tepat sasaran, maka hal ini harusnya diadakan dengan menghasilkan aturan tegas berhadapan dengan siapa yang tersebut berhak menghadapi LPG bersubsidi, bukanlah hanya sekali mengalihkan pengecer menjadi pangkalan resmi.
“Kebijakan mengangkat pengecer LPG subsidi menjadi pangkalan resmi harusnya dimaksudkan agar mampu menyebabkan besaran beban subsidi menjadi berkurang,” tegasnya melalui keterangan tertulis, Mingguan (2/2/2025).
Menurut Sofyano, penetapan pengguna yang berhak berhadapan dengan LPG 3 kg sebagaimana diatur pada Perpres 104 tahun 2007 khusus pengguna Rumah Tangga kemudian Usaha Mikro, masih abu abu yang dimaksud akhirnya pada penyaluran dalam tingkat bawah, yakni dalam pangkalan serta pengecer, kerap dipahami rumah tangga golongan apapun berhak membeli LPG bersubsidi.
Di sisi lain, sambung dia, ketentuan pada Perpres 104 tahun 2007 tentang pengguna perniagaan mikro yang dimaksud boleh menggunakan LPG 3 kg pada pelaksanaannya dalam lapangan juga masih kerap salah ditafsirkan. Akhirnya, masih sejumlah usaha golongan menengah pun dianggap sebagai bidang usaha mikro juga karenanya boleh menggunakan LPG 3 kg.
“Oleh karenanya, hal utama yang tersebut harusnya dibenahi pemerintah adalah justru merevisi Perpres 104 tahun 2007, khususnya terkait siapa pengguna yang mana berhak kemudian juga pengawasannya di area lapangan,” tegasnya.
Sofyano menilai, persoalan utama yang dihadapi pemerintah terkait LPG bersubsidi pada dasarnya bukanlah mengenai distribusi juga tak pula terkait perihal biaya eceran. Pada akhirnya, kata dia, bagi pemerintah permasalahan utamanya adalah tambahan terhadap meningkatnya beban subsidi yang dimaksud berkaitan dengan meningkatnya kuota.
“Sulit mengungkapkan secara pasti sesuai ketentuan hukum bahwa LPG 3 kg dominan diselewengkan atau dinyatakan salah sasaran sepanjang ketentuan peraturannya dinilai abu abu seperti yang terjadi selama ini,” cetusnya. Menurut dia, kebijakan pengangkatan pengecer menjadi pangkalan resmi juga belum dapat menjamin bahwa besaran subsidi LPG pasti akan berkurang oleh sebab itu penyaluran lebih banyak tepat sasaran.
Sofyano menambahkan, belum tentu pula iming-iming pengangkatan status menjadi pangkalan resmi akan menarik minat pengecer. “Sebab, selama ini dengan status sebagai pengecer, mereka itu justru dapat mendapat margin lebih tinggi tinggi ketimbang sebagai pangkalan resmi,” ujarnya.
Karena itu, tegas dia, pengalihan status pengecer menjadi pangkalan harus bertujuan agar besaran subsidi LPG dapat berkurang. Pengangkatan pengecer sebagai pangkalan menurutnya jangan sampai hanya sekali permasalahan “status” tapi malah menyebabkan anggaran subsidi meningkat oleh sebab itu pemerintah bukan mampu menjamin “pangkalan-pangkalan” baru itu kemudian menyalurkan LPG 3 kg secara tepat sasaran.