Ledifha.com – JAKARTA – Siklon Tropis Taliah telah dilakukan menguat menjadi badai kategori 2 pada Selatan Bali, Samudra Hindia, pada Awal Minggu (3/2/2024). Dan akan meningkat menjadi kategori 3.
Menurut Pusat Peringatan Siklon Tropis Bersama – Joint Typhoon Warning Center (JTWC), Taliah terletak 724 km utara-barat laut Port Hedland, Australia Barat.
Taliah dengan kecepatan 4 km per jam (2 knot) selama 6 jam terakhir dengan tinggi gelombang signifikan maksimum adalah 7,3 meter (24 feet).
Taliah diperkirakan akan mulai melacak ke barat-barat daya, kata JTWC. Taliah diperkirakan akan terus meningkat selama 24 jam ke depan menjadi 165 km per jam (90 knot).
Intensitas puncak 185 km per jam (100 knot). Setelah 36 jam, Taliah diperkirakan akan mulai melemah.
Biro Meteorologi (BOM) Australia mengungkapkan Siklon Tropis Taliah menguat ke intensitas kategori 2, dengan angin berkelanjutan dalam dekat pusat 95 kilometer per jam dengan hembusan angin hingga 130 kilometer per jam.
Taliah terletak 720 kilometer utara Karratha dan juga 870 kilometer timur laut Exmouth. Sistem ini bergerak dengan kecepatan 11 kilometer per jam.
Analisis BMKG per 2 Februari 2025, teridentifikasi dua bibit siklon tropis bergerak yang tersebut berada di tempat sekitar wilayah selatan Indonesia, yaitu Bibit Siklon 99S yang digunakan meningkat di dalam Samudra Hindia selatan Banten lalu Bibit Siklon 90S yang mana berkembang di area selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Meskipun dua bibit siklon di dalam selatan Indonesia (99S juga 90S) yang mana masih berpartisipasi ini diprediksi bergerak ke arah baratdaya semakin menjauhi wilayah Indonesia, tetapi dampak tidak ada langsungnya tetap memperlihatkan terasa pada bentuk peningkatan curah hujan, angin kencang, serta gelombang tinggi di dalam beberapa orang wilayah.
“Kehadiran dua bibit siklon tropis yg masih terlibat serta satu bibit siklon yg sudah pernah meluruh yang dimaksud cukup meningkatkan kondisi dinamika atmosfer pada periode puncak musim hujan ketika ini. Kombinasi antara bibit siklon, fenomena La Nina lemah, Monsun Asia, Seruak Atmosfer Dingin dari Dataran Tinggi Siberia, serta aktivitas gelombang atmosfer, juga Madden Julian Oscillation (MJO) akan meningkatkan risiko cuaca ekstrem di dalam berbagai wilayah Indonesia,” ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, serta Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati seperti dilansir situs resmi BMKG.