Ledifha.com – JAKARTA – Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2020, tumor ganas susu menempati urutan pertama sebagai jenis karsinoma dengan tindakan hukum terbanyak di dalam Indonesia, dengan lebih banyak dari 65.000 persoalan hukum baru setiap tahunnya.
Sayangnya, berbagai pasien yang tersebut baru terdiagnosis pada stadium lanjut, sehingga membutuhkan tindakan bedah yang tersebut lebih besar kompleks. Salah satu pengembangan medis yang mana mengalami perkembangan untuk menangani karsinoma susu dengan tetap saja menjaga kualitas hidup pasien adalah bedah onkoplastik.
Menanggapi keperluan akan edukasi yang digunakan lebih lanjut luas mengenai teknik bedah ini, RS Siloam Lippo Village menyelenggarakan paparan media bertema “Breast Oncoplastic”.
Pasien karsinoma dada umumnya miliki dua opsi bedah utama, yaitu mastektomi (yang melibatkan pengangkatan seluruh payudara) lalu lumpektomi (yang semata-mata mengangkat sebagian jaringan yang terkena kanker).
Namun, pada saat ini tersedia pendekatan bedah onkoplastik, yang tersebut menawarkan solusi lebih besar seimbang antara terapi kemudian estetika.
” Pendekatan bedah onkoplastik memungkinkan pasien mendapatkan penanganan neoplasma yang optimal tanpa harus kehilangan rasa percaya diri akibat inovasi bentuk payudara.” tutur dr. Alif R. Soeratman, Sp.B, Subsp.Onk.(K)
Bedah konservasi dada onkoplastik (Oncoplastic Breast-Conserving Surgery atau OBCS) merupakan teknik yang tersebut menggabungkan prinsip bedah onkologi juga bedah plastik pada satu prosedur.
Teknik ini memungkinkan pasien untuk menjalani pengangkatan tumor sekaligus mendapatkan rekonstruksi dada secara langsung, sehingga menurunkan trauma psikologis akibat pembaharuan bentuk tubuh.
Beberapa studi menunjukkan bahwa prosedur ini bukan belaka memberikan hasil estetika yang tersebut lebih banyak baik, tetapi juga miliki tingkat keberhasilan medis yang dimaksud setara dengan metode konvensional (mastektomi serta lumpektomi).
“Dampak psikologis akibat kehilangan kelenjar susu banyak kali lebih tinggi berat dibandingkan aspek medisnya sendiri. Dengan teknik rekonstruksi yang mana tepat, pasien dapat pulih tak semata-mata secara fisik tetapi juga emosional.” tutup dr. Sweety Pribadi, Sp.BP.